Gastrodiplomasi di MotoGP, Dosen UNAIR: Butuh Kolaborasi Lintas Sektor untuk Sukses

    Gastrodiplomasi di MotoGP, Dosen UNAIR: Butuh Kolaborasi Lintas Sektor untuk Sukses
    Caption:Dosen Hubungan Internasional (HI) Universitas Airlangga (UNAIR) Irfa Puspitasari, S.IP., MA. (sumber: UNAIR News)

    SURABAYA - Pemerintah menggunakan ajang Moto GP di Sirkuit Internasional Mandalika pada Minggu (20/3/2022) sebagai sarana gastrodiplomasi. Diplomasi tersebut dilakukan melalui pemberian cenderamata berupa bumbu dan bahan makanan khas Indonesia kepada para pembalap.

    Gastrodiplomasi sendiri adalah diplomasi budaya dengan memperkenalkan kuliner khas negara. Melihat langkah pemerintah tersebut, Dosen Hubungan Internasional (HI) Universitas Airlangga (UNAIR) Irfa Puspitasari SIP MA yakin gastrodiplomasi baru akan sukses apabila menggaet banyak pihak dari lintas sektor.“Itu masih baru satu event. Jadi, belum bisa dilihat juga efektif atau tidaknya. Tapi, yang pasti gastrodiplomasi membutuhkan kerja sama antara pemerintah dengan aktor swasta, ” ungkap ahli bidang bisnis internasional dan sejarah diplomasi itu, Jum'at (1/4/2022).

    Aktor swasta yang dimaksud Irfa mencakup industri UMKM, wisata, para investor dari dalam dan luar negeri, serta masyarakat setempat. Momen penyerahan cenderamata dari Presiden Jokowi kepada pembalap MotoGP pun bisa dipandang sebagai simbol kerja sama antara pemerintah dan individu.

    “Karena, gastrodiplomasi itu juga bisa dilakukan dari individu ke individu, ” imbuh alumnus Jawaharlal Nehru University, India, itu.

    Karena itu, Irfa juga menyoroti peran diaspora Indonesia di berbagai negara yang sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk menyukseskan agenda gastrodiplomasi pemerintah. Irfa mencontohkan negara-negara seperti Taiwan, Thailand, Jepang, atau Prancis yang memanfaatkan restoran warga negara mereka di luar negeri sebagai sarana gastrodiplomasi.

    “Makanya, tidak terbatas pada event internasional. Pemerintah Indonesia juga bisa belajar dari strategi gastrodiplomasi negara lain, ” katanya. 

    Salah satu contohnya Kimchi Diplomacy dan Global Hansik Campaign yang dilakukan Korea Selatan. Mereka menggunakan selebriti, idol, chef, hingga film untuk mempromosikan makanan. Sementara, Thailand memiliki Global Thai Programme yang memberikan sertifikasi restoran Thailand di luar negeri serta pemberian visa inisiatif bagi para Thai Chef.

    Intinya, imbuh Irfa, pemerintah tidak boleh berhenti hanya pada satu event internasional seperti MotoGP. Berbagai media bisa digunakan untuk mengenalkan kuliner Nusantara, dan pemerintah harus mengetahui saluran apa saja yang mampu menyukseskan agenda gastrodiplomasi.

    “Gastrodiplomasi tidak bisa dipandang remeh karena bisa menjadi kekuatan ekonomi dan meningkatkan investasi pula, ” terang Irfa. (*)

    SURABAYA
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    Setahun Berdiri, CommTECH Tetap Menjadi...

    Artikel Berikutnya

    KAI Daop VII Madiun Bersama Komunitas Rail...

    Berita terkait